Translate

Sabtu, 06 Juli 2013

Revitalisasi Pasar Bulu, Semarang bermasalah dalam pengurusan AMDAL




Revitalisasi Pasar Bulu, Semarang menuai permasalahan. Proyek ini dinilai telah merusak cagar budaya Kota Semarang, dimana Pasar Bulu adalah bangunan cagar budaya dan juga bermasalah dalam pengurusan dokumen AMDAL. Yang menyalahi aturan dan berakibat fatal.
Sejarah singkat Pasar Bulu
Pasar bulu menrupakan bangunan lama yang dibangun pada tahun 1936, oleh Ir. Herman Thomas Karsten, seorang insinyur arsitek lulusan Technische Hoogeschool di Delft negara Belanda. Bangunan ini menghabiskan waktu 1 tahun dalam penyelesaiannya. Karsten  menggunakan struktur konstruksi yang dinamakan struktur jamur (mushroom), yaitu bagian atasnya berbentuk segi delapan. Untuk mengatasi masalah penghawaan dan pencahayaan Ia membuat bukaan (pintu, jendela maupun lubang ventilasi) yang lebarnya sama dengan jarak antar travenya.
Masalah dokumen AMDAL revitalisasi pembangunan Pasar Bulu
Diungkapkan oleh Akademisi Unika Soegijapranata yang juga anggota Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota (DP2K) Semarang Djoko Setijawarno, masalah pengurusan dokumen AMDAL Pasar Bulu disusun oleh CV Geospasia Wahana Jaya, tapi tidak satupun tenaga tetap CV tersebut yang menjadi tim penyusun, terutama yang menjadi ketua,”.
Kembali dijelaskan bahwa persyaratan dokumen Amdal diatur dalam peraturan menteri lingkungan hidup yaitu Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Peraturan itu menyangkut sertifikasi kompetensi penyusun dokumen amdal dan persyaratan lembaga pelatihan kompetensi penyusun dokumen Amdal. Salah satu pasal menyebutkan, syarat lembaga penyedia jasa penyusun (LPJP) dokumen Amdal paling sedikit memiliki dua orang tenaga tetap penyusun dokumen Amdal. Mereka harus memiliki sertifikat kompetensi dengan kualifikasi ketua tim penyusun dokumen Amdal.
Alasan dilakukan revitalisasi terhadap bangunan Pasar Bulu

  • Kebiasaan para pedagang yang mengabaikan kebersihan sehingga membuat kondisi pasar menjadi kumuh.
  • Keberadaan pedagang pendatang yang berjualan di emperan bahkan sampai ke badan jalan yang pada akhirnya membuat retribusi dari sewa kios atau los menurun.
  • Lahan parkir yang tersedia menjadi berkurang sehingga memicu munculnya parkir liar yang tidak dikelola oleh petugas parkir resmi sehingga mengakibatkan retribusi dari sektor parkir berkurang.
  • Disfungsi bangunan pasar, dijadikan tempat tinggal bagi para pengamen dan gelandangan sehingga menimbulkan suasana yang tidak kondusif dan bangunan semakin tidak terawat
Sumber :
STUDI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REVITALISASI PASAR BULU KOTASEMARANG, Ditulis , Drs.*, Dra. Sulistyowati, M.Si *oleh Nova Maulana Turtiantoro, M.Si Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar