Translate

Minggu, 07 Juli 2013

KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH

Seluruh daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten di Indonesia rata-rata memiliki kondisi hutan yang sudah rusak. Propinsi Banten memiliki hutan tropis yang luas, namun bersamaan dengan peningkatan jumlah penduduk kualitas dan kuantitas hutan terus mengalami penurunan. Dari sekitar 250 ribu hektar hutan yang ada di Banten, 90 ribu hektar atau 36 persen di antaranya dalam kondisi rusak parah.

Tekanan terhadap ekosistem hutan di bagian utara Banten jauh lebih besar dibandingkan bagian selatan. Bagian utara Banten yang meliputi Kota dan kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon memiliki tingkat kepadatan  penduduk yang sangat tinggi, sehingga eksploitasi sumberdaya alam termasuk hutan, berlangsung cepat dan boros.
 Di bagian selatan Banten, yang meliputi Kabupaten Lebak dan Pandeglang, kerusakan hutan tidak separah di bagian utara. Namun eksploitasi terus berlangsung, sebagai gambaran di kawasan hutan  Gunung Halimun dan Gunung Kendeng, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak yang berbatasan dengan Kabupaten Bogor, Jawa Barat, areal yang tertutup vegetasi hutan tinggal 75-80 persen, dengan kata lain 20-25 persen areal hutan sudah gundul.
Sementara di perbatasan Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang, seperti di Gunung Karang (meliputi perbatasan wilayah Kecamatan Ciomas, Keduhejo, Pandeglang dan Cadasari) 60 persen areal hutan gundul dan di Gunung Aseupan (perbatasan wilayah Kecamatan Menes, Mandalawangi, Jiput dan Padarincang) 45 persen gundul. Sedangkan di kawasan hutan Gunung Pulosari, perbatasan antara Kecamatan Mandalawangi dan Saketi, Kabupaten Pandeglang 65 persen gundul.

A. Eksploitasi Berlebihan
Eksploitasi ternyata tidak hanya terjadi di hutan pegunungan, tetapi juga di kawasan hutan lainnya, seperti hutan yang ada di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Ci Danau, Ci Beureum, Ci Simeut, Ci Ujung, Ci Baliung, Ci Banten, Ci Bogor, Ci Durian, Ci Manceuri dan Cisadane. Begitu pula di hutan pantai, baik pantai barat, pantai selatan dan pantai utara, bahkan di Taman Nasional Ujung Kulon, Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang juga terjadi perusakan dan penjarahan hutan.
Keruskan hutan juga terjadi di kawasan cagar alam Rawa Dano, Kecamatan Mancak Kabupaten Serang. Sebagai akibat tekanan penduduk, perambahan dan pengelolaan lahan ilegal di cagar alam seluas 2.500 hektar tersebut sangat berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan, antara lain dengan melorotnya debit air dari 2.000 liter per detik menjadi hanya 200 liter per detik. Dampaknya berbagai kawasan industri di Kota Cilegon mengalami krisis air. Secara umum eksplotasi hutan menimbulkan terganggunya berbagai fungsi hutan yang sangat sulit untuk dipulihkan kembali.

B. Multi Fungsi Hutan
Hutan memiliki multi fungsi, mulai dari fungsi klimatologis, hidrologis, sosiologis, biologis, dan ekonomis. Fungsi klimatologis hutan erat kaitannya dengan unsur-unsur iklim seperti hujan, suhu, kelembaban, angin dan sinar matahari. Seluruh hutan yang ada di Banten berperan sebagai 'paru-paru' seluruh ekosistem Propinsi Banten.
Sulit dibayangkan, jika seorang manusia mengalami kerusakan paru-paru, maka kehidupannya mengalami banyak gangguan. Begitu pula suatu ekosistem seluas Propinsi Banten, jika hutannya mengalami kerusakan, maka ekosistem itupun menjadi 'sakit'. Jika pohon di hutan terus ditebangi, maka 'sakit' yang diderita ekosistem semakin parah.
Gejala-gejala ekosistem yang 'sakit' antara lain, pemasukan dan pengeluaran (siklus) air tidak terkendali, suhu dan kelembaban meningkat, sinar matahari dan  angin kurang termanfaatkan dan tidak terarah. Sinar matahari yang mengenai pohon-pohonan atau vegetasi hutan, maka energinya akan dimanfaatkan dalam proses fotosintesis, sehingga terbentuk karbohidrat untuk pertumbuhan tanaman, termasuk untuk proses terbentuknya kayu. Selain itu, dalam proses fotosintesis, gas karbondioksida (CO2) yang merupakan polutan di udara diserap oleh daun pohon-pohonan, dan dari proses tersebut dikeluarkan oksigen (O2) yang sangat dibutuhkan untuk pernafasan manusia. Hal inilah yang dimaksud bahwa hutan di Banten merupakan paru-parunya ekosistem Banten, bahkan memiliki kotribusi terhadap paru-paru Bumi. 

C. Perlu  Revitalisasi
Kondisi dan berbagai fungsi hutan yang ada di Propinsi Banten  perlu direvitalisasi, begitu pula kebijakan dan strategi dalam manajemen hutan perlu diperbaiki. Upaya yang harus ditempuh Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat, antara lain melalui penerapan teknik silvikultur (perbaikan kualitas tegakan), pengelolaan aspek ekologi (biodiversity), konservasi tanah dan air, pencegahan bahaya kebakaran hutan, serta penelitian dan pengembangan (Litbang) kehutanan.
Dalam Litbang kehutanan di Propinsi Banten, beberapa perguruan tinggi yang ada di Tangerang, Serang, Cilegon, Pandeglang, dan Lebak perlu diikutsertakan. Perguruan tinggi tersebut diharapkan dapat menyelenggarakan kajian kehutanan yang spesifik untuk kawasan masing-masing. Selain itu, melalui program pengabdian masyarakat atau kuliah kerja nyata (KKN) berupaya melakukan pendampingan terhadap masyarakat di sekitar hutan. Untuk menyelamatkan  hutan yang tersisa di Propinsi  Banten, bukan hanya menjadi tanggung jawab  Pemda semata, tetapi juga seluruh komponen masyarakat, seperti lembaga pendidikan (dasar-menengah-tinggi), LSM, Ormas, Orsospol, pengusaha, media massa, dan sebagainya. Pada tahun 1970-an di Propinsi Jawa Barat pernah ada Gerakan Gandrung Tatangkalan (Rakgantang), alangkah baiknya jika di Propinsi Banten  dilaksanakan langkah serupa. 

FUNGSI HUTAN

Waktu itu hutan hanya berfungsi dalam menyediakan kayu bakar dan sebaai gudang kayu konstruksi rumah serta pertambangan. Setelah menuju era industri, hutan mulai difungsikan sebagai penghasil bahan baku kebutuhan-kebutuhan, seperti kertas, kayu lapis, bantalan kereta api, sandang dari rayon dan lain-lain. Bahkan sekarang fungsi hutan semakin meluas menjadi:


  1. Hutan lindung, yang menjaga kelestarian tanah dan tata air wilayah.
  2. Suaka alam, yang melestarikan kehidupan tumbuhan dan hewan langka, sekaligus untuk pengembangan ilmu, kepentingan kebudayaan, estetika, dan juga rekreasi.
  3. Hutan produksi, yang menghasilkan kayu dan non kayu, seperti hasil industri kayu yang disamak serta obat-obaan.

Walaupun demikian, fungsi utama hutan tidak akan pernah berubah, yakni untuk menyelenggarakan keseimbangan oksigen dan karbon dioksida serta untuk mempertahankan kesuburan tanah, keseimbangan tata air wilayah dan kelestarian daerah dari bahaya erosi.
Hutan memberikan pengaruh pada sumber alam lain melalui 3 faktor yang berhubungan, yakni iklim, tanah dan pengadaan air di berbagai wilayah. Apapun bentuk yan dimiliki hutan, pada akikatnya hutan selalu merupakan “pengejawantahan sementara” dari kelimaunsur pokok pembentuknya. Kelima unsur pokok tersebut adalah bumi (tanah, air, alam hayati, udara dan sinar matahari. Tanpa adanya salah satu dari unsur-unsur tersebut secara mutlak mengakibatkan tidak adanya hutan. Sebaliknya, apabila hutan ditebang, pengaruh hutan dan belukar terhadap iklim mikro amat terasa, yaitu pohon-pohon semakin tidak mampu mengurangi kecepatan angin sehingga akan mengurangi penguapan air dari tumbuhan (transpirasi).
Hutan juga berpengaruh terhadap struktur tanah, erosi, dan pengadaan air di lereng-lereng. Adanya sampah-sampah pohon (serasah) dalam hutan hasil rontokan bagian-bagian pohonyang menutupi lantai hutan akanmencegah rintikan-rintikan air hujan untuk langsung jatuh ke permukaan tanah dengan tekanan yang keras. Tanpa sampah, tanah akan terpadatkan oleh air hujan, sehingga daya serapnya, akan berkurang. Di jepang,  pengambilan serasah hutan mengakibatkan menurunnya laju peresapan air secara nyata di semua horison tanah. Hal ini sekali lagi mengukuhkan fungsi serasah yang telah dikenal, yaitu sebagai penyimpan air secara nyata berangsur akan melepaskannya ke tanah bersama dengan bahan organik berbentuk zarah yang larut, memperbaiki struktur tanah, dan menaikkan kapasitas peresapan.

Tabel 2. Fungsi Hutan Berdasarkan Ekologi, Manfaat, Industri dan lain-lain
               secara Tabulasi Hasil Modifikasi Soerjani,1990 dari Myer

Ekologi

Manfaat langsung

Industri

Lain-lain

1. Penyangga
    keseimbangan
    ekosistem
2. perlindungan
    kehidupan
    alam
3. Prokteksi daerah
    aliran air
4. Pengendalian erosi
5. Penyimpanan
    cadangan air
6. Penyerapan CO2 &
    dll
7. Penghasil O2 &
   Kesegaran umumnya
8. Kesuburan tanah  
1. Makanan langsung
   (buah,buruan,sagu)

 2. Bahan obat &
    penyegar

 3. Kayu bakar

 4. Bahan arang
 5. Kayu bangunan
 
 6. Bahan tenunan
     (serat,ulat sutera)
 7.Pemeliharaan lebah
   (madu)
1. Industri kayu


 2. Industri farmasi(obat       
          penyegar,kosmetik,dsb
  
3. Industri kertas

 4. Getah (karet)
 5. Residu(mentol,
       terpentin)
 6. Minyak(cengkeh,kayu
       putih dst.)

1. Estetik

2. Rekreasi

3. Spiritual

4. Olah raga

5. Cinta alam

6. Sejarah

7. Sosbud

8.Ketahanan
   nasional
                             

   Secara umum, adanya hutan dapat mengurangi banjir karena hutan dapat menyimpan dan menahan air didalam tanah, mempertahankannya serta memperbaiki permeabilitas tanah dan ruang pori-pori dalam tanah. Penggundulan hutan oleh penebangan kayu, bertanggung jawab atas kira-kira 30 persen banjir yang terjadi.  Penyebab utama banjir akhir-akhr ini di anak benua India adalah hilangnya penghalang yang berupa pohon didaerah aliran sungai kayu bakar. Frekuensi banjir inidapat ditekan apabila diadakan penghutanan kembali. Di Dehra Dun, India, dilaporkan adanya penururan hasil air sebesar 28 persen sejak diadakannya penanaman hutan dengan eucalyptus. Banyak penelitian lainnya yang membuktikan bahwa penyebab banjir berasal dari daerah tampung (hutan) yang  digunduli. Frekuensi ini menurun setelah penghutanan kembali, yang mana penurunan ini sebanding dengan laju pertumbuhan tegakan
Secara menyeluruh, kerusakan hutan akibat penebangan (deforestation) menurut analisa ahli, adalah:
  1. Punah masyarakat dan budaya yang cara hidupnya bergantung pada hutan. Hal ini bersamaan dengan punahnya pengetahuan mereka.
  2. Bertambahnya lahan kritis dan desertifikasi di kawasan tropik yang kering.
  3. Menurunnya curah hujan dalam regional, yang memperburuk desertifikasi.
  4. Meningkatnya suhu global sebagai akibat dari meningkatnya kadar karbon di atmosfir yang menyebabkan meningginya permukaan air laut.
  5. Punahnya sejumlah besar spesies tumbuhan dan hewan, termasuk hilangnya spesies margasatwa serta tumbuhan pangan dan obat yang mempunyai potensi penting.
  6. Merosotnya jumlah populasi burung daerah beriklim sedang yang bermigrasi ke daerah tropik.
  7. Meningkatnya pembukaan dan erosi tanah.
  8. Hilangnya potensi listrik tenaga air.
  9. Merosotnya daur kemiskinan didaerah pedesaan.

Pelaksanaan pembangunan kehutanan yang semakin pesat akan mampu menimbulkan permasalahan lingkungan. Perubahan tersebut menyebabkan struktur dan fungsi dasar ekosistem hutan berubah total, terjadinya beban sosial, dan pada akhirnya masyarakat dan pemerintahlah yang menanggung akibatnya. Dampak pembangunan kehutanan harus dikendalikan sedini mungkin, sehingga dampak negatifnya pun dapat ditekan seminim mungkin. Dampak positif, sebaliknya, harus terus dikembangkan tanpa lepas dari landas wawasan lingkungan sebagai sarana untuk mencapai kesejahtraan generasi sekarang dan mendatang.Secara menyeluruh, kerusakan hutan akibat penebangan (deforestation) menurut analisa ahli, adalah:
  1. Punah masyarakat dan budaya yang cara hidupnya bergantung pada hutan. Hal ini bersamaan dengan punahnya pengetahuan mereka.
  2. Bertambahnya lahan kritis dan desertifikasi di kawasan tropik yang kering.
  3. Menurunnya curah hujan dalam regional, yang memperburuk desertifikasi.
  4. Meningkatnya suhu global sebagai akibat dari meningkatnya kadar karbon di atmosfir yang menyebabkan meningginya permukaan air laut.
  5. Punahnya sejumlah besar spesies tumbuhan dan hewan, termasuk hilangnya spesies margasatwa serta tumbuhan pangan dan obat yang mempunyai potensi penting.
  6. Merosotnya jumlah populasi burung daerah beriklim sedang yang bermigrasi ke daerah tropik.
  7. Meningkatnya pembukaan dan erosi tanah.
  8. Hilangnya potensi listrik tenaga air.
  9. Merosotnya daur kemiskinan didaerah pedesaan.

Pelaksanaan pembangunan kehutanan yang semakin pesat akan mampu menimbulkan permasalahan lingkungan. Perubahan tersebut menyebabkan struktur dan fungsi dasar ekosistem hutan berubah total, terjadinya beban sosial, dan pada akhirnya masyarakat dan pemerintahlah yang menanggung akibatnya. Dampak pembangunan kehutanan harus dikendalikan sedini mungkin, sehingga dampak negatifnya pun dapat ditekan seminim mungkin. Dampak positif, sebaliknya, harus terus dikembangkan tanpa lepas dari landas wawasan lingkungan sebagai sarana untuk mencapai kesejahtraan generasi sekarang dan mendatang.



URGENSI HUTAN TROPIS

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan linkungannya. Berdasarkan lingkungan atau habitat, ekologi dibedakan atas ekologi marine, air tawar, daratan dan estuarine. Sedangkan berdasarkan taksonomi dibedakan atas tumbuhan, vertebrata, insekta, mikroba dan lebih banyak lagi.
Adapun ekologi sendiri mencakup suatu keterkaitan antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi, seperti tumbuhan dengan sinar matahari, tanah dengan air, yang pada umumnya dikatan sebagai hukum alam yang berimbang (Natural Balance), dan biasa disebut ekosistem. Komponen-komponen dalam ekosistem telah dikelola oleh alam dan mereka Saling berinteraksi. Ada komponen yang bersifat netral, bekerja sama, menyesuaikan diri, bahkan saling menguasai. Akan tetapi pada akhirnya antara kekuatan-kekuatan tersebut terjadi keseimbangan. Ekosistem daratan merupakan hasil interaksi di permukaan tanah lantai hutan, yakni perombakan bahan mati (serasah) hutan menjadi humus. Humus ini akan menjadi mineral, gas dan air. Mineral, gas dan air selanjutnya diserap akar tumbuhan melalui peristiwa fotosintesa, sehingga terjadilah daur hara tertutup (closed nutrient recyling) dalam hutan yang utuh seperti hutan alam. Meskipun sekitar 44 juta km² permukaan bumi diduga diselubungi oleh hutan, tetapi hanya 27 juta km² yang merupakan hutan tertutup dengan tajuk pepohonannya yang mampu menaungi lebih dari 20 persen tanahnya.
Pengelolahan yang semula dilakukan oleh alam, sekarang banyak diambil alih oleh manusia, sementara manusia sendiri belum mampu menemukan mekanisme buatan yang sangat tepat untuk mengembalikannya ke proses dan sistem ekologi asal. Hal ini sering menjadikan ekosistem tidak seimbang. Keadaan lingkungan menjadi kritis dan merugikan semua pihak baik secara fisik ataupun organik, sebagai akibat dari mekanisme buatan manusia sendiri. Ekosistem tidak selalu dalam keadaan stabil, adakalanya terjadi intervensi yang menyebabkan sistem bergeser ke suatu arah walaup[un pada akhirnya akan bergeser kembali ke arah yang berlawanan. Sebagai contoh, terjadinya kebakaran, banjir, longsor, dan kekeringan akan menimbulkan goncangan pada diri gangguan manusia. Akan tetapi keadaan ini akan segera pulih kembali sejauh goncangan tersebut tidak melampui batas toleransi.
Hutan merupakan salah satu bentuk tata guna lahan yang laim dijumpai di daerah tropis, subtropis, di dataran rendah maupun pegunungan, bahkan di daerah kering sekalipun. Pengertian hutan disini adalah suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup dalam lapisan maupun permukaan tanah, yang terletak pada suatu kawasan dan membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan dinamis.
Indonesia memiliki luas hutan 144 juta hektare, atau 75 persen dari luas total daratan. Sekitar 49 juta hektare merupakan areal hutan lindung, sedangkan 64 juta hektare telah dirancang untuk hutan produksi, dan luas selebihnya sebesar 31 juta hektare disediakan untuk keperluan pelunasan pertanian. Di samping itu, program pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang luasnya mencapai 1,5 juta hektare telah dirancang sejak tahun 1989 dan akan selesai sampai batas akhir tahun 1994. apabila program ini berhasil, Indonesia akan tampil sebagai negara pertama yang mencapai sukses dalam melestarikan hutan sekaligus dalam memanfaatkan nilai ekonominya yang berupa kayu menjadi devisa negara.
Pengertian hutan diatas erat kaitannya dengan proses-proses yang saling berhubungan seperti berikut ini:   
  1. Hidrologis, artinya hutan merupakan gudang penyimpanan air dan tempat menyerapnya air hujan maupun embun yang pada akhirnya akan mengalirkannya ke sungai-sungai yang memiliki mata air di tengah-tengah hutan secara teratur menurut irama alam. Hutan juga berperan untuk melindungi tanah dari erosi dan daur unsur haranya.
  2. Iklim, artinya komponen ekosistem alam yang terdiri dari unsur-unsur hujan (air, sinar matahari dan suhu), angin dan kelembaban yang sangat mempengaruhi kehidupan yang ada di permukaan bumi, terutama iklim makro maupun mikro.
  3. Kesuburan tanah, artinya tanah hutan merupakan pembentukan humus utama dan penyimpan unsur-unsur mineral bagi tumbuhan lain. Kesuburan tanah ditentukan oleh faktor-faktor seperti jenis batu induk yang membentuknya, kondisi selama dalam pembentukan, tekstur dan struktur tanah yang meliputi kelembaban, suhu dan air tanah, topografi wilayah, vegetasi dan jasad-jasad hidup. Faktor-faktor inilah yang kelak menyebabkan terbentuknya bermacam-macam formasi hutan dan vegetasi hutan.
  4. Keanekaragaman genetik, artinya hutan memiliki kekayaan dari berbaai jenis flora dan fauna. Apabila hutan tidak diperhatikan dalam pemanfaatan dan kelangsungannya, tidaklah mustahil akan terjadi erosi genetik. Hal ini terjadi karena hutan semakin berkurang habitatnya.
  5. Sumber daya alam, artinya hutan mampu memberikan sumbangan hasil alam yang cukup besar bagi devisa negara, terutama di bidang industri. Selain itu hutan juga memberikan fungsi kepada masyarakat sekitar hutan sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari.selai kayu juga dihasilkan bahan lain seperti damar, kopal, gondorukem, terpentin kayu putih dan rotan serta tanaman obat-obatan.
  6. Wilayah wisata alam,artinya hutan mampu berfungsi sebagai sumber inspirasi, keagungan Tuhan yang Maha Esa, nilai estetika, etika dan sebagainya.
Sedangkan pengertian hutan yang spesifik yang akan diberikan tersendiri sesuai dengan keadaan, kebutuhan serta kegunaannya, misalnya hutan lindung, hutan produksi, hutan pariwisata, dan lain-lain. Jika dilihat dari corak ekologis, hutan di indonesia dibedakan sebagai berikut:









Tabel 1. hutan dilihat Berdasarkan Corak Ekologis di Indonesia        

No.Jenis Hutan
Dalam % dari luas hutan dan daerah
Jawa
Luar Jawa
1. Hutan hujan primer
2. Hutan sekunder
3. Hutan laut
4. Hutan rawa
5. Hutan jati
6. Hutan tanaman kayu liar
7. Hutan campuran
8. Hutan gugur daun
6
-
2
0
30
9
50
3
70
15
1
13
0
0
-
1

Hutan merupakan suatu ekosistem natural yang telah mencapai keseimbangan klimaks dan merupakan komunitas tetumbuhan yang paling besar yang berkemampuan untuk pulih kembali dari perubahan-perubahan yang dideritanya, sejauh hal itu tidak melampaui batas-batas yang ditolerir. Sebagai ilmu, hutan dibagi dalam beberapa daerah yakni bagian atas tanah yang meliputi tajuk-tajuk pepohonan, batang kayu dan tumbuhan bawah; bagian permukaan tanah yang meliputi semak, rumput-rumputan dan serasah yang sering disebut lantai hutan (forest floor) yang terdiri dari tumpukan daun, ranting, bunga dan buah; serta bagian dalam tanah yang meliputi akar dari semua vegetasi.

studi kasus Bahaya Mengintip dari Makanan Kaleng

Sejalan dengan berubahnya gaya hidup maka juga memengaruhi pola makan pada banyak orang. Bahaya keracunan makananpun mulai mengintip di mana-mana. Baik dari makanan di warung kaki lima sampai restoran fast food, bahkan, mungkin juga dari dapur kita sendiri. Itu berarti kita harus tahu apa saja yang terkandung dalam makanan yang akan kita makan setiap harinya
Dalam kesempatan ini, saya akan memaparkan hal-hal yang harus diketahui tentang cara memilih dan mengolah makanan kaleng sehingga tidak terjadi keracuan makanan. Dan saya berharap agar tulisan ini dapat bermanfaat dan membantu sehingga hidup anda menjadi hidup yang lebih sehat. Sekarang ini seiring dengan meningkatnya tingkat kesibukan , masyarakat kini cenderung kurang memperhatikan makanan yang mereka makan. Baik itu dari segi kebersihan, kesehatan, atau kandungan gizi yang terkandung dalam makanan, kecenderungan orang hanya memikirkan dari segi ekonomis dan kepraktisannya saja. Sehingga keracunan makanan sangat mungkin terjadi karena makanan kaleng yang dikonsumsi.
Dengan adanya permasalahan tersebut, saya ingin mencoba mengkaji masalah ini lebih mendalam yaitu tentang cara memilih dan cara konsumsi makanan kaleng dengan aman sehingga tidak terjadi keracunan makanan yang sangat merugikan konsumen. Sampai saat ini banyak kasus keracunan makanan menimpa konsumen, karena mereka tidak tahu mengenai adanya zat-zat berbahaya yang terkandung dalam makanan yang mereka konsumsi setiap harinya. Maka pengetahuan mengenai cara pencegahan dan penanggulangan harus diketahui agar mereka tidak dibodohi terus - menerus.
Banyak pula ditemui para produsen makanan yang seringkali tidak memperhatikan kesehatan makanan produksinya dan hanya beorientasi pada laba. Hal ini jelas sangat disayangkan karena konsumen Indonesia belum terlalu kritis dan pengawasan pangan yang kurang, sehingga membuat pihak konsumen sangat dirugikan. Hal ini terbukti dengan adanya keracunan pangan dari makanan kemasan yang belakangan ini terus meningkat.
Data dari Badan POM tentang kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan dari tahun 2001-2006 menunjukkan peningkatan baik dari jumlah kejadian maupun jumlah korban yang sakit dan meninggal. Walaupun demikian, korban meninggal ditengarai mungkin hanya 1 % saja sesuai dengan perkiraan WHO.
Dan baru- baru ini banyak kasus keracunan pangan di Indonesia yang bersumber dari makanan dalam kemasan atau makanan kaleng. Hal ini diperparah dengan banyaknya penyimpangan terhadap peraturan pelabelan dan yang paling banyak ditemui adalah :
1.    Penggunaan label tidak berbahasa Indonesia dan tidak menggunakan huruf latin, terutama produk impor
2.    Label yang ditempel tidak menyatu dengan kemasan
3.    Tidak mencantumkan keterangan komposisi dan berat bersih
4.    Tidak ada kode barang MD, ML atau P-IRT dan acuan kecukupan gizi yang tidak konsisten dan tidak mencantumkan waktu kadaluarsa
5.    Tidak dicantumkannya alamat produsen atau importir bagi produknya
Makanan kaleng yang sudah mulai mengalami kerusakan dapat dilihat dari kondisi kaleng yang sudah mengalami penggembungan. Namun, ada juga yang tidak terdekteksi dari luar, karena kedua ujung kaleng datar. Kerusakan produk makanan kaleng yang perlu diwaspadai, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
q  Flat Sour, permukaan kaleng tetap datar tapi produknya sudah bau asam yang menusuk. Ini disebabkan aktivitas spora bakteri tahan panas yang tidak terhancurkan selama proses sterilisasi.
q  Flipper, permukaan kaleng kelihatan datar, namun bila salah satu ujung kaleng ditekan, ujung lainnya akan cembung.
q  Springer, salah satu ujung kaleng sudah cembung secara permanen, sedang ujung yang lain sudah cembung. Jika ditekan akan cembung ke arah berlawanan.
q  Soft Swell, kedua ujung kaleng sudah cembung, namun belum begitu keras sehingga masih bisa ditekan sedikit ke dalam.
q  Hard Swell, kedua ujung permukaan kaleng cembung dan begitu keras sehingga tidak bisa ditekan ke dalam oleh ibu jari.
Kiat sehat mengkonsumsi makanan kaleng, paling tidak harus mempertimbangkan lima hal berikut:
q  Jangan mengkonsumsi makanan kaleng yang dicurigai sudah menunjukkan tanda-tanda kerusakan, seperti kaleng kembung, berkarat, penyok, dan bocor.
q  Makanan dalam kaleng sebaiknya dipanaskan sampai mendidih selama 10 menit sampai 15 menit sebelum dikonsumsi.
q  Bacalah label secara seksama dan perhatikanlah tanggal kadaluwarsa. Demi keamanan, pilihlah produk yang belum melampaui tanggal kadaluwarsa.
q  Makanan kaleng yang sudah dibuka harus digunakan secepatnya karena keawetannya sudah tak sama dengan produk awalnya.
q  Bila dicurigai adanya kebusukan, makanan kaleng tersebut harus dibuang.


Benda Dengan Segenap Makna Fisik Dan Kimiawi

 Dalam menelaah segala ciptaan (entity) di Bumi dan sekitar ini perlu di pahami bahwa segenap pengada, baik yang ragawi (benda) maupun insani (makhluk hidup) pada dasarnya sekaligus memperlihatkan sifat fisik dan kimiawi.  Misalnya O2 (oksigen) dan CO2 (karbondioksida) keduanya dikenal sebagai bahan kimia, tetapi keberadaannya sebagai gas, baik gas oksigen maupun gas karbondioksida merupakan benda secara fisik. Contoh lain adalah H2O, yang dikenal sebagai benda dengan rumus kimiawi,tetapi keberadaannya di Alam sebagai air. Proses yang dialami oleh air pun dapat bersifat fisik, misalnya kalau gula yang manis dilarutkan dalam air, rasa yang manis dengan tambahan air berubah fisiknya menjadi kurang atau tidak manis. Secara kimiawi, air juga terlibat dalam proses kimia, seperti halnya dalam fotosintesis, dimana CO2 + H2O menjadi C6H12O6 (karbohidrat) dan O2 (oksigen).
  Demikian pula halnya dengan berbagai bahan atau benda lain, misalnya batu bara, yang terdiri atas unsur C, H, N, S dan O dalm berbagai perbandingan, mulai benda yang disebut selulosa dengan kadar C ± 45%, sampai antrasit (batu bara tua) dengan kadar C ± 95%. Hasil pembakaran batu bara (dengan O2) memang berbeda-beda terutama dari kandungan C-nya, makin tinggi kandungan C-nya makin panas hasil pembakarannya. Kandungan bahan yang lain seperti H, N dan S juga ikut terbakar, tetapi tidak cukup nyata pengaruh panas yang dihasilkan.
  Dalam tubuh makhluk hidup, termasuk manusia perwujudannya memang fisik sebagai pengada  insani lain, tetapi dalam kehidupannya segala proses yang terjadi juga bersifat fisik maupun kimia, karena dalam metabolisme disebut proses kimia-fisika (physicochemistry).

A.  Pendekatan strategik pengelolaan kimia                   
          Di Dahia, Brazil pada tahun 2000 telah diselenggarakan pertemuan yang disebut Forum (ke-III) dari SAICM, Strategic Approach to International Chemical Management. Dalam pertemuan tersebut telah disepakati Deklarasi Dahia yang berkaitan dengan perioritas sebagai berikut:
  • Kendala-kendala dan keamanan kimia;
  • Keamanan permukiman dan kesehatan;
  • Pengumpulan data tentang kecelakaan (kimia);
  • Pengelolaan risiko dan pengendalian penggunaan pestisida yang beracun;
  • Pengembangan kapasitas kelembagaan; dan
  • Tindak lanjut SAICM di setiap negara.

            Pertemuan ini dihadiri oleh 122 wakil negara, 11 lembaga antarnegara seperti WHO, ILO, UNEP, FAO, UNDP, UNESCO, dan sebagainya. Dalam mengembangkan kerja sama international tentang penyelamatan bahan kimia, diharapkan agar World Customs Organization (WCO) ikut mengatur dan mengawasi peredaraan/lalu-lintas bahan kimia antarnegara. Disepakati bahwa dana yang ada pada Global Environmental Safety (GEF) dapat diluncurkan untuk melaksanakan konversi Stockholm pada tahun 2006.

B.  Tim koordinasi pengolahan bahan kimia secara strategik
         Sebagai tindak lanjut komitmen pemerintah Indonesia sejak tahun 1997 telah dibentuk Tim Teknis Pengolahan Bahan Kimia Terpadu yang terdiri atas wakil lintas sektor dengan Kementrrian Lingkungan Hidup sebagai leading sektor dengan dibantu oleh Badan POM ( Badan Pengawas Obat dan Makan). Sektor yang terkait di dalam tim tersebut adalah komisi pestisida, kerjasama BATAN-Depkes, Badan kesehatan dan keselamatan kerja, komisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau AMDAL (baca:komisi kelakyakan pembangunan ), forum koordinasi manajemen kimia terpadu, dan berbagai badan lain yang dalam pembentukan seperti pusat pengendalian keracuna/pusat informasi keracunan. Berbagai kegiatan penunjang perlu dikembangkan seperti pendidikan,mulai sekolah dasar, menengah sampai perguruan tinggi,  pelatihan, pertemuan antar sektor, dan lain-lain.
            Profil nasional tentang infrastruktur pengelolaan bahan kimia di Indonesia jika menyangkut produksi, impor-ekspor serta penggunaan bahan kimia. Di samping itu juga disertai perencanaan dan pengawasan pengelolaan limbah bahan kimia dari berbagai sumber, industri, hotel, rumah makan, dan sebagainya. Dalam menelaah segala ciptaan (entity) di Bumi dan sekitar ini perlu di pahami bahwa segenap pengada, baik yang ragawi (benda) maupun insani (makhluk hidup) pada dasarnya sekaligus memperlihatkan sifat fisik dan kimiawi.  Misalnya O2 (oksigen) dan CO2 (karbondioksida) keduanya dikenal sebagai bahan kimia, tetapi keberadaannya sebagai gas, baik gas oksigen maupun gas karbondioksida merupakan benda secara fisik. Contoh lain adalah H2O, yang dikenal sebagai benda dengan rumus kimiawi,tetapi keberadaannya di Alam sebagai air. Proses yang dialami oleh air pun dapat bersifat fisik, misalnya kalau gula yang manis dilarutkan dalam air, rasa yang manis dengan tambahan air berubah fisiknya menjadi kurang atau tidak manis. Secara kimiawi, air juga terlibat dalam proses kimia, seperti halnya dalam fotosintesis, dimana CO2 + H2O menjadi C6H12O6 (karbohidrat) dan O2 (oksigen).
  Demikian pula halnya dengan berbagai bahan atau benda lain, misalnya batu bara, yang terdiri atas unsur C, H, N, S dan O dalm berbagai perbandingan, mulai benda yang disebut selulosa dengan kadar C ± 45%, sampai antrasit (batu bara tua) dengan kadar C ± 95%. Hasil pembakaran batu bara (dengan O2) memang berbeda-beda terutama dari kandungan C-nya, makin tinggi kandungan C-nya makin panas hasil pembakarannya. Kandungan bahan yang lain seperti H, N dan S juga ikut terbakar, tetapi tidak cukup nyata pengaruh panas yang dihasilkan.
  Dalam tubuh makhluk hidup, termasuk manusia perwujudannya memang fisik sebagai pengada  insani lain, tetapi dalam kehidupannya segala proses yang terjadi juga bersifat fisik maupun kimia, karena dalam metabolisme disebut proses kimia-fisika (physicochemistry).

A.  Pendekatan strategik pengelolaan kimia                   
          Di Dahia, Brazil pada tahun 2000 telah diselenggarakan pertemuan yang disebut Forum (ke-III) dari SAICM, Strategic Approach to International Chemical Management. Dalam pertemuan tersebut telah disepakati Deklarasi Dahia yang berkaitan dengan perioritas sebagai berikut:
  • Kendala-kendala dan keamanan kimia;
  • Keamanan permukiman dan kesehatan;
  • Pengumpulan data tentang kecelakaan (kimia);
  • Pengelolaan risiko dan pengendalian penggunaan pestisida yang beracun;
  • Pengembangan kapasitas kelembagaan; dan
  • Tindak lanjut SAICM di setiap negara.

            Pertemuan ini dihadiri oleh 122 wakil negara, 11 lembaga antarnegara seperti WHO, ILO, UNEP, FAO, UNDP, UNESCO, dan sebagainya. Dalam mengembangkan kerja sama international tentang penyelamatan bahan kimia, diharapkan agar World Customs Organization (WCO) ikut mengatur dan mengawasi peredaraan/lalu-lintas bahan kimia antarnegara. Disepakati bahwa dana yang ada pada Global Environmental Safety (GEF) dapat diluncurkan untuk melaksanakan konversi Stockholm pada tahun 2006.

B.  Tim koordinasi pengolahan bahan kimia secara strategik
         Sebagai tindak lanjut komitmen pemerintah Indonesia sejak tahun 1997 telah dibentuk Tim Teknis Pengolahan Bahan Kimia Terpadu yang terdiri atas wakil lintas sektor dengan Kementrrian Lingkungan Hidup sebagai leading sektor dengan dibantu oleh Badan POM ( Badan Pengawas Obat dan Makan). Sektor yang terkait di dalam tim tersebut adalah komisi pestisida, kerjasama BATAN-Depkes, Badan kesehatan dan keselamatan kerja, komisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau AMDAL (baca:komisi kelakyakan pembangunan ), forum koordinasi manajemen kimia terpadu, dan berbagai badan lain yang dalam pembentukan seperti pusat pengendalian keracuna/pusat informasi keracunan. Berbagai kegiatan penunjang perlu dikembangkan seperti pendidikan,mulai sekolah dasar, menengah sampai perguruan tinggi,  pelatihan, pertemuan antar sektor, dan lain-lain.
            Profil nasional tentang infrastruktur pengelolaan bahan kimia di Indonesia jika menyangkut produksi, impor-ekspor serta penggunaan bahan kimia. Di samping itu juga disertai perencanaan dan pengawasan pengelolaan limbah bahan kimia dari berbagai sumber, industri, hotel, rumah makan, dan sebagainya.