Seluruh
daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten di Indonesia rata-rata memiliki
kondisi hutan yang sudah rusak. Propinsi Banten memiliki hutan tropis yang
luas, namun bersamaan dengan peningkatan jumlah penduduk kualitas dan kuantitas
hutan terus mengalami penurunan. Dari sekitar 250 ribu hektar hutan yang ada di
Banten, 90 ribu hektar atau 36 persen di antaranya dalam kondisi rusak parah.
Tekanan
terhadap ekosistem hutan di bagian utara Banten jauh lebih besar dibandingkan
bagian selatan. Bagian utara Banten yang meliputi Kota dan kabupaten Tangerang,
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon memiliki tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi, sehingga
eksploitasi sumberdaya alam termasuk hutan, berlangsung cepat dan boros.
Sementara
di perbatasan Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang, seperti di Gunung
Karang (meliputi perbatasan wilayah Kecamatan Ciomas, Keduhejo, Pandeglang dan
Cadasari) 60 persen areal hutan gundul dan di Gunung Aseupan (perbatasan
wilayah Kecamatan Menes, Mandalawangi, Jiput dan Padarincang) 45 persen gundul.
Sedangkan di kawasan hutan Gunung Pulosari, perbatasan antara Kecamatan
Mandalawangi dan Saketi, Kabupaten Pandeglang 65 persen gundul.
A. Eksploitasi
Berlebihan
Eksploitasi
ternyata tidak hanya terjadi di hutan pegunungan, tetapi juga di kawasan hutan
lainnya, seperti hutan yang ada di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Ci Danau,
Ci Beureum, Ci Simeut, Ci Ujung, Ci Baliung, Ci Banten, Ci Bogor, Ci Durian, Ci
Manceuri dan Cisadane. Begitu pula di hutan pantai, baik pantai barat, pantai
selatan dan pantai utara, bahkan di Taman Nasional Ujung Kulon, Kecamatan Sumur
Kabupaten Pandeglang juga terjadi perusakan dan penjarahan hutan.
Keruskan
hutan juga terjadi di kawasan cagar alam Rawa Dano, Kecamatan Mancak Kabupaten
Serang. Sebagai akibat tekanan penduduk, perambahan dan pengelolaan lahan
ilegal di cagar alam seluas 2.500 hektar tersebut sangat berpengaruh terhadap
penurunan kualitas lingkungan, antara lain dengan melorotnya debit air dari
2.000 liter per detik menjadi hanya 200 liter per detik. Dampaknya berbagai
kawasan industri di Kota Cilegon mengalami krisis air. Secara umum eksplotasi
hutan menimbulkan terganggunya berbagai fungsi hutan yang sangat sulit untuk
dipulihkan kembali.
B. Multi Fungsi Hutan
Hutan
memiliki multi fungsi, mulai dari fungsi klimatologis, hidrologis, sosiologis,
biologis, dan ekonomis. Fungsi klimatologis hutan erat kaitannya dengan
unsur-unsur iklim seperti hujan, suhu, kelembaban, angin dan sinar matahari.
Seluruh hutan yang ada di Banten berperan sebagai 'paru-paru' seluruh ekosistem
Propinsi Banten.
Sulit
dibayangkan, jika seorang manusia mengalami kerusakan paru-paru, maka
kehidupannya mengalami banyak gangguan. Begitu pula suatu ekosistem seluas
Propinsi Banten, jika hutannya mengalami kerusakan, maka ekosistem itupun
menjadi 'sakit'. Jika pohon di hutan terus ditebangi, maka 'sakit' yang
diderita ekosistem semakin parah.
Gejala-gejala
ekosistem yang 'sakit' antara lain, pemasukan dan pengeluaran (siklus) air
tidak terkendali, suhu dan kelembaban meningkat, sinar matahari dan angin kurang termanfaatkan dan tidak terarah.
Sinar matahari yang mengenai pohon-pohonan atau vegetasi hutan, maka energinya
akan dimanfaatkan dalam proses fotosintesis, sehingga terbentuk karbohidrat
untuk pertumbuhan tanaman, termasuk untuk proses terbentuknya kayu. Selain itu,
dalam proses fotosintesis, gas karbondioksida (CO2) yang merupakan
polutan di udara diserap oleh daun pohon-pohonan, dan dari proses tersebut
dikeluarkan oksigen (O2) yang sangat dibutuhkan untuk pernafasan
manusia. Hal inilah yang dimaksud bahwa hutan di Banten merupakan paru-parunya
ekosistem Banten, bahkan memiliki kotribusi terhadap paru-paru Bumi.
C. Perlu Revitalisasi
Kondisi
dan berbagai fungsi hutan yang ada di Propinsi Banten perlu direvitalisasi, begitu pula kebijakan
dan strategi dalam manajemen hutan perlu diperbaiki. Upaya yang harus ditempuh
Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat, antara lain melalui penerapan teknik
silvikultur (perbaikan kualitas tegakan), pengelolaan aspek ekologi
(biodiversity), konservasi tanah dan air, pencegahan bahaya kebakaran hutan,
serta penelitian dan pengembangan (Litbang) kehutanan.
Dalam
Litbang kehutanan di Propinsi Banten, beberapa perguruan tinggi yang ada di
Tangerang, Serang, Cilegon, Pandeglang, dan Lebak perlu diikutsertakan.
Perguruan tinggi tersebut diharapkan dapat menyelenggarakan kajian kehutanan
yang spesifik untuk kawasan masing-masing. Selain itu, melalui program
pengabdian masyarakat atau kuliah kerja nyata (KKN) berupaya melakukan
pendampingan terhadap masyarakat di sekitar hutan. Untuk menyelamatkan hutan yang tersisa di Propinsi Banten, bukan hanya menjadi tanggung
jawab Pemda semata, tetapi juga seluruh
komponen masyarakat, seperti lembaga pendidikan (dasar-menengah-tinggi), LSM,
Ormas, Orsospol, pengusaha, media massa, dan sebagainya. Pada tahun 1970-an di
Propinsi Jawa Barat pernah ada Gerakan Gandrung Tatangkalan (Rakgantang),
alangkah baiknya jika di Propinsi Banten
dilaksanakan langkah serupa.